Rabu, 21 Desember 2011

TARA NASIKU: Inovasi Yang Gagal

Tentunya anda pernah dan bahkan setiap hari mengkonsumsi makanan yaitu nasi. Di Indonesia, nasi merupakan menu wajib yang harus dihidangkan saat sarapan, makan siang dan makan malam. Di antara beberapa makanan pokok lain seperti mie dan roti, nasi jauh lebih populer bagi masyarakat Indonesia. Bahkan, terdapat stigma yang begitu melekat dalam masyarakat Indonesia, "belum makan nasi, berarti belum makan.".

Begitu melekatnya nasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, mendorong Unilever membuat suatu terobosan dengan meluncurkan produk berupa nasi instan dengan merek TARA NASIKU. Tertarik dengan kesuksesan produk mie instan yang mampu mengubah gaya hidup masyarakat, Unilever mencoba menawarkan makanan nomor satu orang Indonesia ini dengan embel-embel 'instan' dan praktis. Promosi yang dilakukan pun tidak tanggung-tanggung, hampir semua media pasti menampilkan iklan mengenai nasi instan. Namun, hampir semua konsumen berhenti membeli produk ini saat pertama kali coba.

Bagaimana hal ini bisa terjadi? kenyataan yang didapat oleh konsumen jauh dari stigma nasi instan. Yang pertama dari segi memasak dan penyajian, jauh dari kesan praktis. Cara memasak yang rumit, serta membutuhkan wajan anti-lengket atau teflon, padahal untuk ukuran saat itu, wajan teflon harganya masih mahal, dan yang memilikinya pasti kalangan menengah keatas. Selain itu, tampilan nasi yang sudah dimasak, seperti nasi setengah matang, benyek, dan lengket. Kedua, rasa yang sangat 'enak'. Rasanya hanya seperti nasi lembek yang diberi saos tomat dan penyedap rasa, jauh sekali dari rasa nasi goreng pada umumnya yang gurih dan lebih sedap. Ketiga, harga yang relatif mahal untuk seukuran makanan instan. Anda mungkin lebih memilih makan nasi goreng kaki lima daripada membeli produk nasi instan ini. Harganya yang tidak terpaut jauh dengan harga nasi goreng kaki lima, membuat konsumen meninggalkan produk tersebut.

KESIMPULAN

TARA Nasiku adalah suatu inovasi yang sangat bagus. Nasi yang proses memasaknya begitu lama, bisa dibuat singkat dan cepat saji dalam hitungan menit. Namun, karena ketidak siapan konsumen dalam menerima produk baru ini, produk ini menjjadi gagal dalam keluaran perdananya. Orang Indonesia sudah paham betul bagaimana cara memasak nasi dan rasa nasi yang diharapkan. Jadi untuk mengubah pemahaman tersebut menjadi pemahaman dan pola pikir instan, dibutuhkan usaha lebih dan bukan hanya sekedar promosi yang besar-besaran. Dan intinya, TARA Nasiku gagal memenuhi konsep instan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar